Jumat, 11 Februari 2011

Politik Basa Basi

Politik Basa Basi


Dalam terminologi ilmu komunikasi, basa-basi adalah bentuk sebuah komunikasi fatik, yang berfungsi untuk memberikan kenyamanan kepada diri sendiri maupun dengan orang lain.
Bentuk dari komunikasi ini bisa berupa salaman, senyuman, menanyakan kabar, ungkapan simpati, atau ucapan terima kasih. Ya, basa-basi memang banyak mewarnai kehidupan sehari-hari di Indonesia.
Walau dongkol dengan seseorang, tapi demi kenyamanan, basa-basi adalah cara yang paling efektif. Kalau mau nyaman, sering-seringlah berbasa-basi.



Tidak heran kalau kemudian basa-basi pun digunakan dalam percaturan politik di Indonesia. Ada basa-basi soal hak interpelasi soal busung lapar, penyelidikan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dengan pembentukan Panitia Khusus (Pansus) di DPR, hingga basa-basi soal pencopotan menteri. Yang terakhir ini sedang hangat dibicarakan, pasalnya dua orang menteri yang disebut ikut menerima aliran dana Bank Indonesia (BI) tetap dipertahankan Presiden. Keduanya baru akan dicopot bila sudah ditetapkan menjadi terdakwa.

Ada yang mengatakan, mengapa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak mencopot Kaban dan Paskah seperti halnya Yusril Ihza Mahendra dan Hamid Awaluddin. Yusril dan Hamid tidak menunggu status sebagai terdakwa, tetapi langsung dicopot. Pertanyaannya adalah apakah memang benar-benar SBY mencopot Hamid dan Yusril? Dicopot dari menteri, kasus pencairan dana Tommy Soeharto pun ikut menghilang tanpa jejak. Hamid kemudian menjadi Dubes RI untuk Rusia, sementara Yusril sempat akan diusulkan menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi (MK). Nyaman untuk SBY, nyaman bagi Hamid dan Yusril.

Soal Kaban dan Paskah, sikap yang diambil SBY sebenarnya sudah bisa ditebak. Sebagai Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB), yang konsisten dari awal mendukung Susilo Bambang Yudhoyono menjadi calon presiden tahun 2004, posisi Kaban dipastikan aman. SBY tentu tidak ingin mempermalukan partai yang mendukungnya itu, setelah sebelumnya melengserkan Yusril. Sementara, berasal dari Partai Golkar, partai pemenang Pemilu 2004, yang selalu siap mengamankan posisi SBY di parlemen. Nyaman bagi SBY, nyaman bagi Kaban dan Paskah.

Inilah yang mungkin melatari mengapa SBY memilih tetap mempertahankan kedua pembantunya itu. Padahal, kredit poin akan diberikan publik jika SBY tegas menonaktifkan atau jika Kaban dan Paskah mengajukan nonaktif untuk sementara. Tetapi, tampaknya SBY tidak ingin koalisinya terganggu dengan PBB dan Golkar, sementara Kaban dan Paskah tidak ingin ada "bola liar" jika menjalani proses hukum dengan status nonaktif dari jabatan menteri.

Namun harus diingat, selama menunggu keduanya benar-benar terbukti tidak terlibat, selama itu pula pemerintahan akan mendapatkan persepsi buruk di mata publik. Publik tentu akan bertanya, berapa lama proses untuk menentukan apakah Kaban dan Paskah benar-benar bersih atau menjadi terdakwa. Sikap yang dipilih SBY ini, suka atau tidak, menurunkan citranya sendiri. Selain itu, dia juga memberikan "amunisi" baru kepada lawan-lawan politiknya untuk melontarkan kritikan.

Sekarang bola berada di tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). KPK sebaiknya segera melakukan penyelidikan untuk menentukan status Kaban dan Paskah. Jika ini tetap dibiarkan, akan sangat merugikan bagi PBB dan Golkar karena publik menganggap Kaban dan Paskah terlibat kasus aliran dana BI berdasarkan keterangan Hamka Yamdhu.

Mudah-mudahan KPK bukanlah lembaga yang suka berbasa-basi. Jangan menambah daftar peserta pembuat basa-basi politik menjelang tahun ini.

0 komentar:

Posting Komentar